02746472260
Pemdestwsari@gmail.com
Statistik
Pengunjung

Hari Ini | : | 391 |
Kemarin | : | 388 |
Total | : | 34.928 |
Sistem Operasi Perangkat Yang Anda Gunakan
Unknown Platform
Browser Yang Anda Gunakan
Tidak ditemukan
IP Anda
18.207.157.152

TUPAR
Lurah Kalurahan
Belum Hadir

TRI SULISTIYO
Carik
Belum Hadir

RUDIYANTA
Panata Laksana Sarta Pangripta
Belum Hadir

RR. RETNO PRASTIWININGRUM.. SE
Danarta
Belum Hadir

KARTINI DWI SUSILOWATI
Kamituwa
Belum Hadir

ROHMAT ARIFIN
Ulu-Ulu
Belum Hadir

FAJAR SUCIPTA ..SE
Jagabaya
Belum Hadir

MARYOTO
Dukuh Janturan
Belum Hadir

SUPANGAT
Dukuh Menggungan
Belum Hadir

SUMARDI
Dukuh Soropadan
Belum Hadir

PRABOWO
Dukuh Garang
Belum Hadir

RIZKA WARID HARDYANTO
Dukuh Tegal Perang
Belum Hadir

MUJIMAN
Dukuh Kopok Wetan
Belum Hadir

SAMBADI
Dukuh Kopok Kidul
Belum Hadir

HERU PARSETIYO
Dukuh Kopok Kulon
Belum Hadir

TRIYANA
Dukuh Bujidan
Belum Hadir

ADI NUR ASTONO
Dukuh Jombokan
Belum Hadir

RINI KUSUMA WARTI
Dukuh Soronanggan
Belum Hadir

GREIS HANANTO
Dukuh Siluwok Lor
Belum Hadir

SUBARJA
Dukuh Siluwok Kidul
Belum Hadir
Digitalisasi Sertifikat Perparah Sengketa Lahan di Indonesia
[KBR|Warita Desa] Jakarta | Rencana pemerintah yang akan mengganti sertifikat tanah konvensional dengan sertifikat elektronik dikhawatirkan memperparah persoalan sengketa lahan yang selama ini terjadi di Indonesia.
Menurut Koordinator Serikat Petani Pasundan Garut, Yudi Kurnia, proses verifikasi lahan justru merugikan rakyat yang tengah bersengketa lahan, baik dengan pemerintah atau perusahaan.
"Karena masih banyak di tanah adat di daerah yang belum bersertifikat. Asal usul tanahnya ini yang harus diteliti. Kalau online siapa yang mengakses online? Mungkin merekalah (pemerintah, red) yang punya akses terhadap sertifikat itu. Sementara rakyat yang tidak tau apa-apa tidak tau prosedur atau internet pasti kalah dengan orang-orang yang pintar yang memang licik," kesal Yudi, saat dikonfirmasi KBR dari Jakarta, Kamis (4/2/21)
Yudi mencontohkan, masih banyaknya sengketa lahan milik rakyat yang belum terselesaikan di Garut.
"Beberapa di antaranya ada yang masih bersengketa selama puluhan tahun," katanya.
Yudi meminta pemerintah menyelesaikan konflik-konflik agraria di masyarakat, sebelum beralih membahas teknologi digital di bidang pertanahan.
Sementara itu, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) seharusnya menyelesaikan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia, bukan mendigitalisasikan sertifikat.
"Langkah pensertifikatan atau legalisasi tanah dan proses digitalisasinya sekarang yang dikeluarkan Permen terbaru ini seharusnya menjadi langkah terakhir, ketika negara kita sudah menjalankan pendaftaran tanah sebagaimana dimandatkan UU Pokok Agraria sejak Tahun 1960," kata Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika kepada KBR, Kamis (4/2/21).
Menurutnya, implementasi digitalisasi sertifikat tanah yang dimulai dari tanah pemerintah, baru kemudian diikuti badan usaha, justru berpotensi memperparah konflik agraria.
Pemerintah, kata Dewi, semestinya menuntaskan konflik agraria antara rakyat dengan pemerintah atau badan usaha terlebih dahulu.
"Negara justru berpotensi memperparah konflik agraria, mengukuhkan ketimpangan, monopoli tanah oleh badan-badan usaha skala besar," kesalnya.
Sementara dari sisi hukum pun, katanya, masyarakat berhak menyimpan sertifikat dalam bentuk fisik, dan sertifikat elektonik hanya sebagai pelengkap.
"Belum lagi dari segi keamanan yang belum terjamin dari potensi dibajak," kata Dewi.
Tidak hanya itu, digitalisasi sertifikat nantinya hanya akan ramah diakses masyarakat perkotaan dan dari kalangan menengah ke atas.
"Sebaliknya, bakal jadi kesulitan bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang tidak mempunyai akses teknologi dan infrastruktur yang mendukung," ungkap Dewi.
Menteri ATR/BPN Klaim Sertifikat Elektronik Aman
Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil mengklaim perubahan sertifikat tanah dari analog ke digital aman.
Menurutnya sistem terkait digitalisasi sertifikat ini aman dan efisien, serta sesuai dengan perkembangan zaman.
“Banyak kontroversi di masyarakat, sebenarnya karena salah kutip, atau dikutip di luar konteks. Sehingga seolah-olah sertifikat elektronik ini akan merugikan masyarakat. Untuk diketahui sebenarnya ini produk elektronik itu adalah paling aman, dulu kita punya bank itu harus ada buku, sekarang buku nggak ada lagi. Oleh sebab itu kalau ada berita di masyarakat nanti akan dibilang, itu adalah salah kutip atau dikutip di luar konteks yang pasti BPN tidak akan menarik sertifikat masyarakat,” ujar Sofyan, dalam webinar bersama PWI, Kamis (04/02/2021).
Sofyan menegaskan, kementeriannya tidak akan menarik sertifikat analog milik masyarakat, hingga rencana digitalisasi sertifikat ini disempurnakan.
Ia juga meminta masyarakat melapor, jika ada yang mengaku sebagai petugas kementerian dan meminta sertifikat tanah mereka.
“Tolong sampaikan kepada masyarakat, BPN tidak akan pernah menarik sertifikat. Oleh sebab itu kalo ada nanti gara-gara berita itu orang kemudian mengaku orang BPN, mau mengambil sertifikat jangan dilayani. Kita tidak akan pernah menarik sertifikat yang ada, dan sertifikat yang ada berlaku sampai nanti dialihkan dalam bentuk media elektronik,” tambah Sofyan Djalil.
Oleh : Astri Septiani, Dwi Reinjani
Editor: Kurniati Syahdan
Kirim Komentar
Komentar Facebook
Transparansi Anggaran
APBDes 2021 Pelaksanaan
PENDAPATAN
Rp. 3,138Rp. 8,003,127
BELANJA
Rp. 863Rp. 1,104
PEMBIAYAAN
Rp. 450Rp. 50,000,450
APBDes 2021 Pendapatan
Hasil Usaha Desa
Rp. 79Rp. 76
Hasil Aset Desa
Rp. 137Rp. 91
Dana Desa
Rp. 1,869Rp. 1,869
Bagi Hasil Pajak dan Retribusi
Rp. 115Rp. 118
Alokasi Dana Desa
Rp. 837Rp. 843
Bantuan Keuangan Provinsi
Rp. 37Rp. 75
Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota
Rp. 56Rp. 56
Bunga Bank
Rp. 8Rp. 8,000,000
APBDes 2021 Pembelanjaan
BIDANG PENYELENGGARAN PEMERINTAHAN DESA
Rp. 1Rp. 1
BIDANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA
Rp. 417Rp. 460
BIDANG PEMBINAAN KEMASYARAKATAN
Rp. 52Rp. 91
BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Rp. 0Rp. 50
BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA, DARURAT DAN MENDESAK DESA
Rp. 393Rp. 502
Bagikan