Yogyakarta — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, menegaskan bahwa pihaknya tidak menjual lahan untuk pembangunan proyek jalan tol di wilayah DIY. Penegasan ini disampaikan untuk meluruskan kabar yang menyebut adanya transaksi tanah Kesultanan dalam proyek strategis nasional tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Sultan pada akhir November 2025 dalam rapat koordinasi pemerintah daerah dan kementerian terkait di Kompleks Kepatihan Yogyakarta. “Saya tegaskan, tidak ada tanah Sultan Ground yang dijual. Tanah itu milik adat dan tidak diperjualbelikan,” ujar Sultan HB X.
Isu mengenai dugaan penjualan lahan mencuat sejak awal November setelah beredar unggahan di media sosial yang menyinggung adanya transaksi antara Keraton dan pemerintah pusat. Sultan menegaskan isu tersebut tidak benar. “Kalau untuk kepentingan publik, silakan digunakan sesuai aturan. Tapi bukan berarti dijual,” tambahnya.
Proyek tol yang tengah berjalan mencakup jalur Yogyakarta–Solo dan Yogyakarta–Bawen. Sebagian titik yang dilewati berada di atas tanah berstatus Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG), yang selama ini diatur penggunaannya oleh Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman.
Kepala Paniradya Keistimewaan, melalui juru bicaranya, membenarkan bahwa tanah SG dan PAG boleh digunakan untuk kepentingan proyek nasional, tetapi tidak dapat dialihkan kepemilikannya. “Skemanya bukan jual beli. Penggunaannya melalui hak pakai terbatas, dan status tanah tetap milik Keraton,” jelasnya.
Pemerintah pusat melalui Tim Percepatan Pembangunan Tol juga memberi respons. Mereka menyatakan bahwa koordinasi dengan Pemerintah DIY berjalan baik. “Kami mengikuti aturan yang berlaku di Yogyakarta. Tidak ada pembelian tanah SG atau PAG. Semua proses sudah disesuaikan dengan ketentuan keistimewaan,” ujar salah satu pejabat tim teknis.
Untuk lahan milik warga, proses pembebasan tetap dilakukan melalui mekanisme ganti rugi sesuai appraisal. Sementara itu, lahan SG dan PAG akan dicatat sebagai penggunaan sementara untuk kepentingan publik tanpa mengubah status kepemilikannya. Pemerintah DIY juga akan melakukan pendataan ulang guna menghindari tumpang tindih klaim lahan yang ditinggali warga selama bertahun-tahun.
Sultan berharap polemik terkait status lahan tidak menghambat pembangunan. “Yang penting proyek berjalan, warga tidak dirugikan, dan aturan adat tetap dihormati. Itu prinsipnya,” kata Sultan mengakhiri pernyataannya.